Judul : Sylvia’s Letters
Pengarang : Miranda Malonka
Tahun Terbit : Cetakan I, April 2015
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 200 hal
Kategori : Romance, Young Adult,
Harga : Rp. 50.000,-
ISBN : 978-602-03-1525-6
Rating : 4/5
Bisa dibaca secara gratis melalui aplikasi
@iJakarta
Ada
surat-surat yang takkan pernah dikirim. Ada surat-surat yang telah dikirim dan
mungkin tak pernah dibaca penerimanya.
Hidup mengajari Sylvia tentang obsesi.
Persahabatan mengajarinya tentang masalah. Dan Sylvia yakin semua orang bisa
diselamatkan dari masalah hidup mereka.
Hingga ia bertemu dengan Anggara, yang
mengajarinya tentang cinta yang melepaskan ikatan. Dan untuk pertama kalinya
Sylvia menyadari bahwa ia tidak bisa menjadi penyelamat semua orang.
Terkadang peraturan keselamatan tidak lagi
berlaku ketika berkaitan dengan obsesi dan cinta.
********
Sejak
dulu, saya selalu menyukai novel yang menggunakan alur cerita menggunakan
surat. Baik itu dari surat tulisan tangan, e-mail,
dokumen ataupun jurnal. Selalu ada kekuatan lain tersendiri jika mengikuti
novel seperti itu. Dan, saya yang super gaptek ini baru tahu bahwa novel
sejenis itu adalah novel Epistolari. Ugh, kebangetan deh saya baru tahu. Jadi,
saya baru menyimpulkan bahwa novel Epistolari itu novel yang ditulis sebagai
seri dokumen. Lebih jelas klik di sini.
Saya
terakhir membaca novel Epistolari adalah ketika membaca novel Dracula. Novel
Dracula mengambil dokumen jurnal sebagai alur ceritanya. Dan, sudah jelas yang
dipakai pada novel ini adalah surat. Surat yang ditulis Sylvia. Dari awal
karena novel Epistolari adalah tipe novel kesukaanku, tidak diragukan lagi
bahwa saya sangat menikmati membacanya. Saya suka membaca surat-surat Sylvia
yang ditujukan untuk Anggara. Dalam suratnya, Sylvia bercerita bahwa dirinya
jatuh cinta pada Gara—panggilan Sylvia untuk Anggara, kok saya jadi keingatan
toko Gaara di Naruto xD—sejak menonton drama sekolah yang melibatkan Gara.
Sylvia meluapkan semua perasaan dirinya pada Gara lewat surat-surat. Dan bukan
satu atau dua kali Sylvia menulis suratnya. Banyak sekali.
Sylvia
tidak melulu menceritakan perasaannya pada Gara, Sylvia juga bercerita tentang
semua kejadian sehari-hari yang dialaminya. Lewat suratnya Sylvia menceritakan
semuanya pada Gara. Tentang sahabatnya, kesukaannya pada melukis dan keharusan
dirinya untuk diet. Sylvia merasa bukan gadis yang spesial. Sylvia menganggap
dirinya akan kurang jika disandingkan pada Gara yang sempurna. Jadi,
satu-satunya yang dapat Sylvia lakukan adalah berdiet.
Saya
selalu tahu bahwa diet yang berlebihan itu berbahaya. Diet yang tidak pernah
makan sampai berhari-hari. Seperti yang dilakukan para artis. Atau begitu yang
saya tahu dari berita. Dan, sungguh disayangkan Sylvia mengalami hal itu.
Sylvia merasa dirinya harus terlihat kurus dan kurus. Tidak peduli dengan
anggapan orang sekitarnya yang mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak
gemuk. Yang Sylvia tahu hanyalah makanan yang sudah masuk ke mulutnya harus dia
muntahkan. Jujur, membaca surat Sylvia ini membuat saya belajar dari sudut
pandang orang yang mengalami aneroksia. Saya selalu gagal paham kenapa orang
bisa mengalami aneroksia. Jelas, walau saya selalu berniat diet ujungnya sih
tetap makan seperti biasanya. Jadi, saya selalu bertanya-tanya kenapa aneroksia
bisa menimpa seseorang. Sylvia tahu yang dilakukannya salah, memuntahkan
makanan, selalu bilang kalau sudah turun sekian akan berhenti diet, nyatanya
Sylvia tidak pernah bisa melakukannya. Sylvia selalu ketakutan dirinya terlihat
gemuk. Sylvia dikenal oleh sahabat-sahabatnya sebagai seseorang yang ceria.
Tapi, semenjak Sylvia mulai jatuh cinta pada Gara, Sylvia berubah. Sylvia
terlalu mencintai Gara. Yah, sesuatu yang berlebihan itu tidak pernah baik.
Tema
novel ini sebenarnya sangat membuat depresi. Namun, karena dibuat secara
epistolary membaca novel ini menjadi lebih menarik. Dan, walau banyak hal yang
depresi, ketika sampai pada bagian surat Sylvia yang menceritakan bahwa dirinya
sudah mulai mengobrol dengan Gara, rasanya seperti diguyur air dingin. Adem
banget. Ikut bahagia untuk Sylvia. Akhirnya bisa juga dekat dengan sang
tambatan hati. Mereka berdua ini manis banget.
Kelemahan
novel ini bukannya tidak ada. Karena surat yang ditulis dari Sylvia, ada
beberapa bagian yang katakanlah susah dimengerti. Hal itu ditutup oleh penulis
dengan kemunculan-kemunculan surat-surat lain yang ditulis oleh sahabat-sahabat
Sylvia. Dan, suprise sekali ketika
surat yang ditulis Gara muncul. Ah, semakin komplit menurutku.
Jangan
ragu untuk membaca novel ini. Karena aseli bagus banget. Membaca novel ini
nggak bakalan nyesel. Selamat membaca.
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan segan buat ngasih komen ya :)