Jumat, 28 September 2012
'Negeri Van Oranje'
Pengarang : Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, dan Rizki Pandu Permana
Tahun Terbit : Cetakan II, Mei 2009
Penerbit : Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka)
Jumlah Halaman : 478 hal
Kategori : Romance, Remaja, Backpaper
Harga : Rp. 49.000,-
ISBN : 978-979-1227-58-2
Lintang, Wicak, Daus, Geri dan Banjar adalah lima sekawan yang dipertemukan secara tidak sengaja ketika kereta ditunda keberangkatannya dikarenakan cuaca buruk, badai yang melanda Amersfort, salah satu kota di Belanda. Walaupun mereka baru mengenal satu smaa lain dikarenakan sama-sama berasal dari Indonesia mereka langsung bersahabat dan membentuk aliansi yang bernama Aagaban.
Hari-hari yang mereka lewati di negeri orang banyak dilalui dengan suka dan duka. Saling mengunjungi kota tempat masing-masing menempuh belajar di Belanda. Hingga permasalahan hati yang tidak bisa mereka elakkan. Semuanya terangkum dalam buku ini.
Menurutku buku ini sangat komplit memuat tentang Negara Belanda. Walaupun bertajuk novel tetapi banyak sekali detail-detail mengenai tempat-tempat terkenal di Belanda, bangunan-bangunan bersejarah, kota-kota bersejarah, perayaan atapun festival di kota setempat, dan tips-tips hemat tinggal di Belanda dan bagaimana kita bisa beradaptasi. Kesimpulanku sih ini novel backpaper karena kekomplitannya itu.
Dari dulu banget aku ga pernah suka buku-buku tentang backpaper, aku lebih suka melihat langsung acara jalan-jalan di TV yang lebih memperjelas keindahan tempat-tempat yang terkenal di suatu negara. Membaca novel ini pun sebenarnya atas rekomendasi teman yang sudah dari dulu banget nyuruh aku membaca buku yang diagungkannya ini. Tapi apa mau dikata buku ini memang bukan seleraku. Hampir yang ada ketika membaca aku merasa bosan dan butuh berhari-hari untuk menamatkannya.
Sebenarnya prolog yang diambil para penulis cukup bagus dan membuatku penasaran juga dan berfikir ‘Woow, ada apa nih sama tokoh yang bernama Lintang? Sampai membuat sahabat-sahabatnya heboh?’ Tetapi sayang sekali rasa penasaranku langsung runtuh memasuki lembar-lembar bab berikutnya. Aku terlalu bosan dengan detail-detail yang diberikan oleh para penulis. Memang sih banyak pengetahuan yang didapat seperti yang sudah aku sebutkan diawal tentang sejarah kota-kota yang ditempati para tokoh ketika menimba ilmu di Belanda dan dibab pertama para penulis memberi tips tentang merokok murah di Belanda. Ugh,,, entah kenapa hal ini membuat aku iilfeel, ok lah mungkin aku lebay tapi plis deh masa diawal cerita aja para penulis sudah secara ga langsung memberi jalan buat para perokok untuk melanjutkan hobi ‘mahal’ mereka. Memang juga sih para penulis memberi banyak sekali tips-tips yang sangat berguna sekali untuk beradaptasi di Negara Belanda, tapi aku sih mikirnya duh masa lagi enak-enak baca cerita tiba-tiba dimasukin aja tipsnya dan kadang ga nyambung dengan cerita. Lalu dibandingkan dengan novel,menurutku lebih pantas disebut kumpulan cerpen yang berisi suka duka Lintang, Banjar, Daus, Geri, dan Wicak selama belajar di Belanda. Apalagi hampir tiap bab ceritanya kurang nyambung satu sama lain. Baru deh kalau kita mau bersabar membaca sampai dipertengahan lebih buku ini kita akan melihat konflik apa yang para penulis coba tampilkan di buku ini. Dan soal footnote yang bikin aku malas bacanya, tau dong tulisan footnote ituh kecil-kecil nah kalau footnote ampe setengah halaman gimana ga bikin puyeng dan kadang footnote menjelaskan sesuatu yang sebenarnya ga perlu dijelaskan lagi dan akhirnya aku maalah bertanya-tanya duh ko bisa pake footnote segala sih.
Berbicara tentang konflik mungkin yang jadi konflik adalah lanjutan dari prolog yang lumyan bikin aku penasaran dan bertahan untuk membaca buku ini. Kita harus bersabar selama 380 halaman lebih untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan Lintang. Wohooooo aku semangat dong karena bener-bener keren nih para penulis memberikan kejutan yang sangat tentang Geri!!! Aku syok dong dan tiba-tiba merasa beruntung banget nerusin baca buku ini! Tapi oh tapi dengan jeniusnya para penulis hanya menyelesaikan konflik dari novel ini dengan beberapa halaman dan kembali lagi ke pola awal backpaper, jalan-jalan mengelilingi Eropa sebelum pulang ke Indonesia. Jujur aku kecewa pake banget! Aku uda semangat ’45 bacanya malah cuma disuguhi konflik yang dengan gampangnya selesai. Dan untuk ending lagi-lagi aku cuma bisa melongo dan berpendapat bahwa satu-satunya buku yang kubaca dengan ending ter-maksa! Duh yah menurutku its ok kan kalau Lintang ga harus berkahir bersama dengan salah satu Aagaban terus dimana chemistry mereka? Duh ilahhhh~~~ Dan lagi kenapa ada salah satu Aagaban yang ga jelas nasibnya? Hanya segitu sajakah nasibnya? Ga ada happy ending semisal nikah atau seenggaknya go public?????????
Bohong juga kalau aku tidak menikmati sedikitpun ketika membaca buku ini. Humor-humor yang dimunculkan para penulis membuatku tersenyum dan terhibur ko. Apalagi ditambah tulisan best seller di cover buku ini yang iseng aku liat ternyata baru cetakan ke-2 uda jadi best seller. Hanya saja memang bukan buku yang cocok dengan seleraku. Apakah setelah membaca buku ini tertarik untuk membaca buku-buku dengan tema serupa? Sepertinya aku nyerah saja deh #berasa ada yang mau nawarin buat baca lagi xD
Untuk Geri yang sempat bikin aku ‘deg-degan’ aku kasih nilai 2 :)
Tentang Penulis
1. Wahyuningrat
Pria asal Jakarta ini mengaku bahwa tinggal di Belanda gampang-gampang susah dan harus luwes dalam segala hal agar tetap bisa survive. Dan beliau dengan keaktifannya dalam bersosialisasi membuatnya berkesempatan bisa masuk istana, salaman, sekaligus ngobrol dengan Ratu Belanda. Blog Penulis: disini
2.  
; Adept Widiarsa
Menurut pengakuan penulis, selama tinggal beberapa minggu tinggal di Den Haag akhirnya mendapatkan empat sepeda rongsokan yang disulapnya menjadi sepeda yang setia menemani hari-harinya di Belanda. Sayangnya ketika memarkirkan sepedanya di Centraal Station Den Haag ada yang mencuri sepedanya yang malang nian nasib pencurinya ternyata tuh sepeda uda masanya untuk dimusiumkan.
3. Nisa Riyadi
Setiap akhir bulan yang selalu menjadi gundah gulana anak kos karena uang semakin menipis disiasati oleh Penulis untuk menghabiskan harinya yang bokek untuk nongkrong di bioskop. Hanya dengan Pathe Unlimited hanya bayar 17 euro/bulan bisa nontton sepuasnya ampe pingsan. Apalagi kalau ada promo nonton film gratis caffe latte, ga tanggung buat memanggil para pemburu gratisan lainnya.
4. Rizki Pandu Permana
Menurut penulis hidup di Belanda harus siap dengan yang namanya MAHAL! Untuk mensiasati sifat borosnya penulis rela melakukan beberapa pekerjaan tambahan menjadi cleaning service dan pelayan di restoran. Website Penulis: disini
(Sumber: Novel Negeri Van Orange)
Kamis, 20 September 2012
'Our Story'
Yasmine, setelah kepulangannya dikarenakan kesehatan ibunya yang memburuk harus menerima kenyataan bahwa supir ayahnya salah mendaftarkan dirinya di sekolah SMA Budi Bangsa. Padahal SMA yang disiapkan oleh ayahnya adalah SMA Bukti Bangsa. Yasmine yang tidak mau mempersulit sang supir karena kesalahan ini, memilih untuk tetap bersekolah di SMA Budi Bangsa.Di hari pertamanya Yasmine yang masih syok dengan keadaan fisik sekolah harus bertemu dengan Nino—Bos preman—yang membuatnya ketakutan dan juga berdebar-debar dengan lesung pipinya.Namun ada secercah harapan yang dibawa Yasmine dengan segala kepolosannya. Tanpa disadarinya dia telah membawa perubahan besar untuk SMA Budi Bangsa. Harapan untuk murid-murid sekolah sampah.
Selasa, 18 September 2012
'Infinitely Yours'
Jumat, 14 September 2012
'Negeri Para Bedebah'
Judul : Negeri Para Bedebah
Pengarang : Tere Liye
Tahun Terbit : Cetakan I, Juli 2012
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 440 hal
Kategori : Action, Fiction, Dewasa
Harga : Rp. 60.000,-
ISBN : 978-979-22-8552-9
Disaat meluangkan waktu sejenak dari segala kesibukan aktifitasku di sebuah hotel dengan alasan tidak ingin diganggu siapapun, pukul satu dini hari tepatnya, seseorang tanpa malu datang berkunjung memberi kabar buruk padaku.
Seseorang tersebut memberitahu bahwa Bank Semesta yang dipimpin oleh Om Liem terpaksa harus ditutup. Aku sama sekali tidak dengan keadaan Bank Semesta yang kupedulikan hanya kesehatan Tante Liem yang memburuk. Dan juga aku sama sekali tidak peduli seandainya memang Om Liem harus di penjara.
Tetapi semua itu tidak boleh terjadi. Om Liem harus Lari. Bank Semesta tidak boleh ditutup. Ada yang aneh dengan kasus Bank Semesta ini seakan ada hantu dari masa lalu yang selalu membayangi keluarga kami, untuk itulah dalam dua hari ini aku akan melakukan apapun untuk mengungkap semuanya. Dendam puluhan tahun yang lalu. Termasuk menjadi bedabah dan buronan.
Keren!!! Keren!!! Keren!!!!
Sumpah ga ada kata yang tepat selain kata ‘keren’ buat menjabarkan keistimewaan buku ini. Awalnya aku bener-bener terkecoh banget dengan judul dan bab pembuka dimana obrolan santai Thomas yang mengintimidasi Julia mengenai dampak kekayaan yang sangat merusak melebihi dampak kemiskinan. Aku pun ga ada bedanya dengan Julia yang mempunyai pikiran betapa sombongnya tokoh utama yang satu ini sekaligus wow! Aku ikutan takjub dengan penjelasan detail Thomas yang memang sesuai bahwa dia lulusan terbaik dua sekolah bisnis terkenal dan penasihat keuangan profesional tahu betul seluk beluk lingkaran setan yang diakibatkan oleh uang!
Aku bukan pengamat politik, aku juga bukan pengamat ekonomi dan aku juga jarang sekali—malah ga pernah—ngikutin berita yang ada di TV. Mana ngerti aku tentang segala pencucian uang, krisis ekonomi global, dan segala aktivitas ekonomi lainnya. Tapi seperti biasa dengan gaya bahasa Tere Liye yang mengalir apa adanya membuat semua itu terasa bukan sesuatu yang sulit untuk dipahami dan tampak sangat sederhana. Seperti yang sudah diwanti-wanti oleh Bang Tere, novel ini bukan bercerita tentang anak-anak dan keluarga seperti novel-novel Bang Tere sebelumnya melainkan tentang penghianatan, penghianatan, dan penghianatan. Memang benar adanya ini novel dengan genre tebaru Bang Tere ditambah dengan sangarnya cover buku ini dan label NOVEL DESAWA di belakang cover. Tapi aku melihatnya tidak seperti itu, bagiku novel Bang Tere tuh ga pernah jauh-jauh dengan tema anak-anak dan keluarga. Kesimpulanku yang kudapat Thomas adalah laki-laki yang terluka di masa lalu, anak-anak yang terluka di masa kecilnya dan sama sekali luka tersebut belum terobati walau sesukses ataupun seterkenl dan sesibuk jadwal Thomas—yang bahkan melebihi jadwal Presiden. Seperti yang dituturkan Thomas sendiri ‘Aku adalah anak muda yang dibakar dendam masalalu’. Thomas sama sekali tidak peduli dengan nasib Om Liem yang bakal di penjara, Bank Semesta yang bakal di bail-out, apalagi mengurusi segala hal darimana datangnya dana kampanye. Satu hal yang diinginkan Thomas adalah keadilan. Keadilan untuk Mama-Papa-nya yang terbakar. Pembalasan Tommi yang bukan lagi hanya seorang anak kecil yang berumur 10 tahun yang tidak bisa apa-apa.
Di mulai lah misi balas dendam Thomas dengan segala bantuan dari teman-teman Thomas—Rudi, Erik dan Randy, dan juga sekertarisnya Maggie serta wartawan cantik—Julia :D—untuk menyelamatkan Bank Semesta. Nah proses penyelamatan Bank Semesta ini lah yang sangat menarik dan bikin deg-degan. Dengan ide dadakan Thomas yang sangat hebat dan brilian. Satu persatu bidak catur yang diinginkan Thomas berperan memainkan perannya dengan sangat baik.
Katakter yang aku sukai tentu saja Thomas semenjak bab pertama aku sudah jatuh cinta sama Thomas ketika menjaili Julia :D. Dan dengan alaminya Julia menjadi partner yang cocok dengan Thomas walaupun Julia sempat dibikin jengkel oleh Thomas. Tetapi selain Thomas entah kenapa aku menyukai tokoh Rudi apalagi ketika Rudi terbengong-bengong melihat jalannya konvensi partai dan juga Rudi adalah partner Thomas ketika menjalankan bidak catur ‘PUTRA MAHKOTA’. Dan memang ketika bagian tentang pertemuan dengan Putra Mahkota lah yang aku sukai, dimulai dengan mengancam Erik untuk menghubungi Putra Mahkota, janjian di Denpasar dan ide gila Rudi saat berangkat dan ditambah ide gila Thomas menjalani prosesi pendaratan mereka. Semua cerita di bagian ini sangat komplit dan bikin tegangnya lama. Karena bagian-bagian yang lain di buku ini walau bikin tegang tapi kurang banyak porsinya. Selain itu juga bagian ketika Thomas membayangkan adegan pelarian dari polisi dengan menyamar sebagai Pilot yang mengingatkan dia akan film lawas, dipikiranku langsung! Catch Me If You Can! Jadi kangen sama film abang Leo :D dan ternyata ada bagian yang sama dengan film ini jangan-jangan novel ini sedikit banyak terinspirasi dari film abang Leo, apalagi temanya sama ‘sini tangkep aku kalau bisa’ :D. Selain Thomas cs ada tokoh keluarga Thomas selain Om Liem yaitu Opa. Mau ga mau nasihat-nasihat bijak yang diberikan Opa kepada Thomas mengingatkanku pada Pak Tua di novel Bang Tere sebelumnya (ini resensiku). Ide-ide brilian Thomas pun bisa dibilang terilhami dari cerita-cerita Opa yang selalu diceritakan semenjak Thomas remaja sampai-sampai Thomas menjulukinya sebagai cerita kaset rusak yang diputar berulang-ulang.
Alur dalam buku ini maju mundur mengisahkan masa lalu Thomas dan diceritakan dengan sudut pandang pertama yaitu Thomas. Masalah typo pastinya ada walau beberapa dan tidak begitu menggangu. Tetapi ada satu hal yang bikin aku aneh tentang umur Thomas ketika tragedi kelam masa kecilnya terjadi karena ada dua kali atau lebih aku lupa yang kuingat dihalaman 119 yaitu ‘Aku bukan lagi anak kecil enam tahun yang berlari-lari mengantar susu’. Nah jelas-jelas waktu itu Thomas sudah berumur sepuluh tahun.
Bisa dibilang novel ini ada di urutan pertama novel Bang Tere yang aku sukai setelah Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. Dan entah ini kebetulan atau apa kerennya dua novel ini mempunyai alur yang sama! Sama-sama mengambil alur waktu yang singkat! Cerita Thomas yang Cuma terjadi selama dua hari sedangkan cerita Tania Cuma satu jam tiga belas menit! Mungkin hal ini jugalah yang menurutku membuat kedua novel ini istimewa :D. Hal ini yang bikin tegang juga kali ya.
Untuk ending yang diberikan aku ga banyak berkomentar banyak karena selain aku sedikit dikit bisa menebak, novel ini memiliki ending yang khas Tere Liye banget. Kalau pun novel ini akan ada sekuelnya—walau kecil kemungkinannya—tentu saja aku sangat menunggunya :D
Berbicara tentang cover, aku suka sekali sama cover sangar buku ini cocok sekali dengan isi bukunya. Dan judulnya yang nyentrik pun sangat cocok yaitu Negeri Para Bedebah yang tanpa sengaja mempunyai kesamaan denga judul puisi karya Adhie M. Massardi. Dan menurut Bang Tere hal ini murni ketidaksengajaan dan sudah dikonfirmasi juga bahwa tidak ada masalah atas kesamaan judul ini. Dan ternyata dulu sekitar tahun 2002 Bang Tere pernah bergelut sebagai pengamat politik di surat kabar dan yah makanya novel ini bisa sekeren dan bikin aku takjub :D.
(info ini ku dapat dari FB Bang Tere, saya lupa-lupa inget, pas timeline-nya saya ubek-ubek tidak ketemu >,<)
Novel ini sangat cocok dibaca siapapun khususnya buat para penggemar novel Bang Tere yang ga bakal mengecewakan karena mengambil genre baru, tetapi harus tahu juga bahwa novel ini termasuk novel dewasa :)
Untuk Thomas pedebah ulung aku kasi nilai 5 :)
Quotes yang kusukai
Thomas hal 321
‘Aku baik-baik saja, Ram. Tidak selalu apa yang kau dengar seburuk sebenarnya’
Lainnya
Puisi Negeri Para Bedebah
Karya:Adhie Massardi
Ada satu negeri yang dihuni para bedebah
Lautnya pernah dibelah tongkat Musa
Nuh meninggalkan daratannya karena direndam bah
Dari langit burung-burung kondor jatuhkan bebatuan menyala-nyala
Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?
Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah
Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah
Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah dan bogem mentah
Di negeri para bedebah
Orang baik dan bersih dianggap salah
Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan
Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah
Karena hanya penguasa yang boleh marah
Sedang rakyatnya hanya bisa pasrah
Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah
Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum
Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya
Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Usirlah mereka dengan revolusi
Bila tak mampu dengan revolusi,
Dengan demonstrasi
Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi
Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan
Sumber di sini