Judul : Hotel on the Corner of Bitter and Sweet
Pengarang : Jamie Ford
Tahun Terbit : November 2011
Penerbit : M-Pop (Matahati)
Jumlah Halaman : 398 hal
Kategori : Historical Fiction, Remaja, Romance
Henry Lee, seorang lelaki keturunan Cina yang berumur 52 tahun baru saja kehilangan istrinya, yang bernama Ethel—akibat kanker yang dideritanya selama kurun waktu 7 tahun. Setelah kematian istrinya semangat hidup Henry pun seakan ikut lenyap bersamaan dengan kematian istrinya. Sampai suatu hari pada tahun 1986 Henry mengunjungi sebuah Hotel yang menjadi penghubung Chinatown Seattle dan Nihonmachi Japantown, pada tahun 1942 atau yang biasa Henry sebut sebagai ‘tahun perang’. Hotel yang bernama Hotel Panama tersebut yang telah berdiri kokoh sejak 1950. Hotel yang mengandung banyak kenangan tersendiri bagi Henry baik itu kenangan manis maupun kenangan pahit. Sampai penemuan ‘kapsul waktu’ di basement yang membangkitkan kembali kenangan-kenangan selama 40 tahun yang sama sekali tidak pernah dilupakan oleh Henry. Harta karun yang terlupakan bagi sebagian orang, harta karun Jepang pada tahun-tahun perang.
Manis dan pahit kemudian manis .....
Begitulah hal yang pertama kali saat terbesit saat aku mulai membaca novel ini. Setelah sekian lama akhirnya aku kembali membaca novel terjemahan, entah sudah berapa lama sejak terakhir kali aku menamatkan Harry Potter seri ke-7, kitabku—itulah sebutan yang diberikan mama untuk mengejekku. Jujur saja alur dari novel ini begitu lambat dan mungkin terbilang membosankan. Tetapi tidak bagiku, aku sangat menikmati tiap bab tentang masa lalu dan masa sekarang dari Henry. Yah, alur dari novel ini memang maju mundur bercerita sekelumit Henry saat berusia 12 tahun dan saat Henry berusia 52 tahun.
Panggung awal novel ini dibuka dengan penemuan-penemuan harta karun di Hotel Panama, jujur aku pun ikut menahan napas seperti Henry saat satu persatu harta-harta tersebut dipaparkan oleh pemilik Hotel Panama. Membaca novel Hotel on the Corner of Bitter and Sweet seakan-akan menyaksikan film di putar sedemikian lambatnya. Tapi sekali lagi alur yang lambat tidak mengurangi kesenanganku dalam menghabiskan tiap bab yang ada. Perubahan alur yang maju mundur yang begitu pas dan tanpa keganjilan dan tanpa membuat ku kebingungan menambah poin plus tersendiri.
Masa lalu, tema ini lah yang coba di usung. Konflik antara Henry, Marty—anak Henry dan Ethel, Ibu dan Ayah Henry, kemudian cinta pertama Henry, Keiko, Okabe Keiko. Detail masa lalu yang digambarkan oleh sang penulis membuatku mau tak mau ikut terhanyut dalam gejolak tahun perang yang dialami Henry pada tahun 1942 masa setelah pengeboman Pearl Harbor. Alur cerita yang dibuat maju mundur mengambil setting pada tahun 1986 dan tahun 1942. Sudut pandang yang diambil pun sudut pandang orang ke-3 yang sangat pas sekali--menurutku. Konflik yang dimunculkan memang mengenai isu perbedaan ras, yang ditampilkan sedemikian tanpa menghakimi siapa pun lewat persahabatan antara Henry dan Keiko keturunan Cina dan Jepang. Masa lalu adalah pembentuk pribadi seseorang di masa sekarang, itulah kesan yang kudapat. Bagaimana perjuangan Henry yang pada saat itu masih berumur 12 tahun yang membuatku salut. Henry memang terkesan pasif, sifat ini lah yang mau tak mau mengingatkan pada diriku sendiri, ibaratnya Henry lebih memilih kalah daripada menimbulkan masalah yang lebih rumit dan tak terselesaikan.
Perjumpaan yang manis dengan Keiko, dimulainya persahabatan, perpisahan, dan awal perjumpaan kembali. Konflik antara Keiko yang terusir dari Seattle ini lah yang membuat pembaca ikut tegang, bagaimana perjuangan Henry mempertahankan cinta pertamanya yang tentu saja tidak mendapat restu dari ayahnya yang nasionalis yang mempunyai pandangan Cina kuno dan sangat membenci Jepang. Agak klise memang alasan perpisahan kembali Keiko setelah ‘pengusiran’ dari Seattle yang membuatku kaget juga karena ada campur tangan ayah Henry, aku ikut sedih dan hancur seperti Henry yang pada saat itu mau untuk mencoba keluar dari masa lalu dengan kekasih barunya Ethel. Pertemuan yang manis antara Henry dan Ethel pun tanpa diduga-duga olehku, kupikir pernikahan mereka hasil perjodohan Ayahnya—walau memang ada campur tangan secara tidak langsung. Bagaimana pun juga pembaca tanpa paksaan tidak akan membenci tokoh Ethel yang mau tak mau membawa pikiran kita sebagai seseorang yang memisahkan Henry dan Keiko. Hampir tidak ada tokoh yang dibenci dalam novel ini, yang ada semua tokoh mendapat simpati dari pembaca.
Poin plus lagi adalah mulusnya terjemahan dari Penerbit Matahati, walau ada beberapa typo--tentu saja--tetapi tidak mengurangi nikmatnya membaca novel ini. Jepang, salah satu negara yang ingin sekali ku kunjungi, tema novel yang mengandung unsur Jepang--sedikit apapun--selalu membuatku semangat. Karena Keiko orang Jepang lah yang langsung membuatku jatuh cinta. Ditambah lagi dengan manisnya cover yang dibuat Penerbit Matahari, menambah lagi alasanku untuk jatuh cinta pada novel ini :). Membaca novel ini juga membuatku teringat masa-masa SMP dimana aku pernah membaca novel dengan tema yang sama, percintaan di saat perang--dengan gadis Jepang tentu saja, walau aku lupa total judul maupun pengarang dari novel yang ku baca waktu itu :)
Kekecewaanku cuma satu, kenapa dari Penerbit Matahati ga ada pembatas bukunya? Padahal aku selalu berharap terselip bonus pembatas buku di setiap novel yang ku baca :)
Yang ingin tahu apa ending dari novel ini sedih atau bahagia. Aku hanya bisa bilang manis sesuai dengan cover novel ini yang memang membuatku langsung jatuh cinta.
Aku kasih nilai 5 :)
Quotes yang aku sukai :)
Henry Hal 8
'Sesuatu yang berharga biasanya memang akan pergi, dan tidak akan kembali'
Henry Hal 13
'Aku berusaha tidak hidup di masa lalu. Tetapi siapa tahu, kadang masa lalu itu hidup di dalam diriku'
Henry Hal 139
'Jangan pernah mengisi cangkirmu sendiri. Isilah cangkir orang lain, yang kelak akan membalas kebaikanmu'
Keiko Hal 153
'Aku lahir di sini. Aku bahkan tidak bisa berbahasa Jepang. Tetapi orang-orang ini, ke mana pun aku pergi... mereka membenciku'
Henry Hal 275
'Ayahnya pernah berkata pilihan terberat dalam hidup ini bukanlah antara yang benar dan yang salah. Tetapi antara yang benar dan yang terbaik'
Tentang Penulis
Jamie Ford adalah cicit laki-laki dari seorang penambang di Nevada, Min Chung, yang pindah dari Kiping, China, ke San Fransisco pada tahun 1865—yang juga menjadi momen leluhurnya itu mengadopsi nama ‘Ford’ ke dalam nama belakangnya. Jamie Ford dibesarkan di wilayah Chinatown, Seattle, dan kini tinggal di Montana bersama istri dan anak-anaknya. Hotel on the Corner of Bitter and Sweet merupakan novel pertamanya.
Menurut Penulis walaupun novel ini bergenre fiksi tetapi keberadaan Hotel Panama benar adanya keberadaannya di Seattle. Hotel Panama dibangun tahun 1910 oleh Sabro Ozasa seorang arsitek tamatan University of Washington yang berkebangsaan jepang. Berikut penampakan Hotel Panama :)
(Gedung secara keseluruhan)
(Tampak depan)
Walau aku sangat menyukai cover versi penerbit Matahati, tak mengurangi rasa penasaranku dengan cover aslinya :)
Setuju sekali dengan Penerbit Matahati yang membuat cover sendiri, yang menurutku lebih manis :)
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan segan buat ngasih komen ya :)