Judul
: Mahogany Hills
Pengarang
: Tia Widiana
Penerbit
: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman
: 344 Halaman
Tahun
Terbit : Cetakan I, Mei 2013
Kategori
: Fiksi, Romance, Amore
Harga
: Rp. 58.000,-
ISBN :
978-979-22-9584-9
Mahogany
Hills, sebuah rumah yang berada di bukit terbuat dari kayu dengan suasana
pegunungan. Jujur saya berasa sedang di luar negeri ketika membaca novel ini,
padahal jelas-jelasa setting yang diambil dari novel ini adalah di Sukabumi.
Saya suka sekali ide penulis yang benar-benar membumi sekali jarang-jarang
penulis lokal mengambil setting lokal karena yah kehebohan negeri Ginseng masih
melanda di Indonesia ini.
Beberapa
waktu lalu saya sempat berkeinginan untuk membaca novel bercerita tentang
pasangan yang sudah menikah. Biasanya saya lebih suka cerita dua orang yang
memadu kasih hingga ke jenjang pernikahan dibanding memadu kasih sesudah
pernikahan. Karena yah alasan sepele juga sih tak satupun cerita yang akhirnya
bisa saya sukai ketika selesai membacanya :’(
Hingga
akhirnya saya berkesempatan membaca novel ini, berbekal juara 1 Lomba Penulisan
Novel Amore dan Mas Ijul sebagai salah satu jurinya mau tak mau membuatku
penasaran.
Novel ini
juga menjadi novel Amore pertama yang saya baca. Adalah Paras dan Jagad setelah
melangsungkan resepsi pernikahan mereka memutuskan untuk menjalani kehidupan
rumah tangganya di Sukabumi, tepatnya mendiami Mahogany Hills—rumah yang
diwariskan nenek Jagad kepadanya. Jagad yang kebetulan sedang menjalani proyek
resornya menjadikan pilihan tepat untuk menempati Mahogany Hills bersama
istirnya. Paras tidak pernah tahu bahwa Jagad menyimpan perasaan lain tentang
pernikahannya dengannya. Yang Paras tahu adalah Jagad menerima Paras sebagai
istrinya walau pernikahan mereka hasil perjodohan orang tua mereka.
Dari awal
saya sudah menaruh ekspektasi besar kepada novel ini, karena juara 1 gitu,
pasti bakal bagus ceritanya. Memang tema yang diangkat juga sudah pasaran, tapi
seklise apapun temanya kalau penulis pandai merangkai tiap kata pasti hasilnya
akan luar biasa. Hanya saja tidak untuk novel ini. Saya sudah berusaha untuk
menyukai novel ini tetapi saya merasa kesulitan menyukai novel ini karena
hampir seluruh isi buku ini adalah narasi minim sekali percakapan antar tiap
tokoh. Setiap bab yang ada hanyalah pergulatan batin kalau bukan Paras ya
Jagad. Memang sudah bukan rahasia umum lagi terkadang pasangan yang dijodohkan
mereka kurang bisa menerima diawal-awal tapi lantaran selalu bersama jadinya
tumbuh-tumbuh benih cinta. Hal itu juga sih yang terjadi pada Paras dan Jagad.
Hanya saja saya terlalu lelah membaca kegalauan dua orang ini. Saya lebih suka
konfrontasi langsung daripada mereka bergulat dalam perasaan masing-masing.
Memang saya paham alasan Jagad tidak mau menerima Paras karena dia merasa
terpaksa menerima perjodohannya dengan Paras. Di Mahogany Hills yang mereka
lakukan hanya diam-diaman sepanjang hari ngomong seperlunya dan bertemu muka
seperlunya. Saya merasa bosan dengan hari-hari mereka berdua dan lelah membaca
narasi yang ada. Sampai halaman 200 lebih saya belum bisa menyukai cerita Jagad
dan Paras karena lagi-lagi isinya narasi, narasi dan narasi. Saya butuh
interaksi verbal mereka berdua saya bosan baca narasi mulu. Ok, too bad memang
karena saya bukan pencinta cerita yang banyak narasinya.
Mungkin hal
ini terjadi juga karena gaya bahasanya. Gaya bahasa yang dipakai penulis juga
sebenernya tidak susah-susah untuk dipahami malah terkesan sederhana walau ada
beberapa kalimat yang kaku menurutku yang akhirnya tidak bisa kunikmati. Yang
membuat saya bertahan adalah rasa penasaran saya tentang alasan Paras yang begitu menyukai
atau kagum kepada Jagad sehingga dia mau saja menerima dan lapang dada dengan
segala sifat menolak Jagad sejak menginjakkan kaki di Mahogany Hills. Saya
salut pastinya kepada Paras dengan segala kesabarannya dan saya mengakui
kemungkinan saya tidak akan bisa mempunyai sifat yang tangguh untuk menghadapi
Jagad yang menyebalkan. Dan saya bener-bener puas dengan cerita masa lalu Paras
dan Jagad walaupun klise dan sudah sering aku lihat di manga-manga yang kubaca.
Tapi tetap saja manis sekali.
Berbicara
tentang Jagad, penulis sukses sekali dengan membuat saya membenci tokoh Jagad
ini. Entahlah sifat arogannya membuatku sangat membencinya walau beberapa kali
saya menganggap bahwa Jagad mempunyai sifat manis ketika sebenernya ada rasa-pada-Paras-hanya-saja-kelewat-gengsi.
Namun lagi-lagi Jagad meruntuhkannya dengan membuat perilaku-perilaku pengecutnya
kepada Paras.
Saya
sudah bisa menebak bahwa pasti cerita akan berlanjut dengan
kemunculan-kemunculan sang mantan. Baik mantannya Paras maupun Jagad terkesan
seperti angin lalu bagiku. Penulis terlalu tanggung memberikan porsi cerita
tentang mereka dan seperti angin lalu saja tiba-tiba mereka menghilang tanpa
cerita yang jelas. Dan mendekati akhir saya kok ya makin sebal kenapa harus dibuat seperti itu nasibnya
Paras? Memang sih hubungan Paras dan Jagad berangsur baik hanya saja karena
detik-detik menjelang akhirnya jadi terasa buru-buru.
Alurnya
bisa dibilang lambat dengan sudut pandang orang kedua memungkinkan pembaca tahu
pergulatan batin masing-masing tokoh. Hanya saja masalah percetakan yang bikin
kecewa juga adalah terlalu banyak typo. Saya sempat bertanya-tanya bukannya Mas
Ijul yang menjadi salah satu jurinya? Kok ya masih ada aja typo-nya, banyak
sekali malah. Akhirnya saya penasaran dan membaca resensi Mas Ijul disini dan
menyadari bahwa sepertinya sebelum naik cetak Mas Ijul belum tahu menahu
mengenai naskah Juara 1 Amore ini dan mungkin Mas Ijul kebagian naskah yang
lain. Yah secara Mas Ijul adalah salah satu anggota BBI yang biasa dikenal
dengan sebutan Polisi Typo—selalu awas dengan segala typo dinovel yang dibaca.
Kali ini typo sangat mengganggu kenyamanan saya karena dari awal beranggapan
bakal tidak ada typo.
Untuk
cover bukunya saya suka sekali yang memandang juga bakalan ikutan merasa nyaman
dengan suasana syahdu. Cuman huruf judulnya terlalu kecil jadi terasa aneh
nongkrong di atas pohon. Dan untuk tata letak memang sih niatnya biar manis di
pojokan dikasih gambar bunga, saya melihatnya bukannya merasa manis malah aneh.
Overall,
saya cuma bisa berkata bahwa kalau kamu suka novel yang bercerita tentang
pasangan yang menjalin hubungannya setelah pernikahan novel ini cocok sekali
kamu baca sebagai bacaan ringan tanpa konflik yang terlalalu dalam.
Untuk
Paras sang wonder women aku kasih nilai 2,5 :)
gaya berceritanya mebosankan ya, padahal covernya sih kelihatannya bagus :)
BalasHapusiya mbak, ky'a saya ga cocok ama gaya bahasa'a deh :'(
HapusCover'a skrng mah GPU uda mulai manis2
ini review kedua yg kubaca soal Mahogany Hills, hmmm tentang kisah pasangan yg baru nikah justru aku suka, banyak narasi yah *makin pensaran* soal mau ngetest, aku sukanya yg byk narasi atau dialog.
BalasHapusNarasi itu bkn aku ga fokus mba, jd ngantuk :'(
HapusTp klo cerita'a mnrtku tegang ga bkn ngantuk sih :D