Judul : Wallbanger (Cocktail #1)
Pengarang : Alice Clayton
Penerjemah : Yunita
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tebal : 600 Halaman
Tahun Terbit : Cetakan I, 2013
Kategori : Fiksi, Dewasa, Contemporary Romance, Komedi
Harga : Rp. 74.800,-
ISBN : 978-602-02-2987-4
Sinopsis
Caroline Reynolds mengalami insomnia
gara-gara ulah tetangga apartemen
barunya. Tiga hari berturut-turut Caroline tidak bisa menikmati indahnya tidur
di apartemen baru gara-gara seseorang memukul tembok kamarnya. Tiap malam
Caroline terbangun gara-gara mendengar suara-suara dari kamar tetangganya. Dan benturan-benturan
di temboknya yang mengakibatkan guncangan pada ranjangnya. Sungguh malang sang
tembok yang begitu tipis hingga aktivitas kedua belah pihak terdengar satu sama
lain.
Sang tetangga yang tidak malu-malu dalam
melakukan aktivitas malamnya dan tanpa sadar telah mengganggu aktivitas tidur
Caroline. Bukan hanya suara-suara saat mereka mencapai kenikmatan yang terdengar oleh Caroline, sang pria bahkan sampai membenturkan
tembok yang terhubung dengan kamar Caroline. Caroline hanya bisa merasa kesal dan
terkesima dengan ulah sang tetangga itu. Tiga malam berturut-turut dan dengan
tiga wanita yang berbeda membuat Caroline semakin terkesima. Wanita pertama
adalah si spanx, berlanjut dengan si Purina dan wanita ketiga yang paling
dibenci Caroline karena kikikannya, si Giggler. Dan sebutan yang paling pas
bagi Caroline untuk tetangganya adalah si Wallbanger—pembentur dinding. Walau Caroline
tahu nama lelaki itu adalah Simon, dari teriakan-teriakan pasangannya.
Setelah berminggu-minggu menghadapi hal tersebut, semuanya semakin membuat Caroline kesal
karena selain tidak bisa tidur dia sudah lama tidak merasakan Orgasme. ‘O sudah
pergi’ itulah yang selalu dikatakan Caroline. Hingga suatu malam ketika O bagi
Caroline akan muncul semuanya terganggu oleh si Wallbanger. Caroline tidak
tahan lagi ingin melabrak. Caroline tidak
peduli telah menggedor-gedor pintu tengah malam dan melampiaskan amarahnya
walaupun dia lupa bahwa busana yang dikenakannya sangat tidak pantas. Begitu pula
dengan busana yang dikenakan sang Wallbanger yang memang terhenti aktivitasnya
bersama Sang Giggler. Masing-masing merasa terkejut, terutama Caroline. Karena.
Dia. Masih. Berdiri.
Review
Saya
mengenal novel ini ketika membaca terjemahannya di salah satu blog, agak lupa
juga sih sudah baca sampai tamat belum. Makanya, tanpa banyak mikir saya beli
novel ini ketika ada yang jual murah. Dan, kejutan, saya sangat menyukai novel
ini. ( ~*w*)~
Saya diberitahu bahwa novel ini mirip dengan
Beautiful Bastard. Dan sempat skeptis juga mirip di sebelah mananya. Ternyata
kedua novel ini, lagi-lagi, fanfic dari Twilight. ( ̄へ ̄")
Wow, sepertinya dunia tulis menulis belum bisa move on dari Twilight dan sebenarnya sebanyak apa sih fanfic dari Twilight. Bukannya sinis
atau apa, hanya penasaran aja sih kenapa begitu banyak sekali buku-buku yang
berkiblat pada Twilight. (づ ̄ ³ ̄)づ
Dan,
tentang kemiripan dengan Beautiful Bastard, menurutku beda jauh deh. Wallbanger
lebih ada ceritanya daripada Beautiful Bastard yang hanya menjual tentang
hubungan badan para tokoh utamanya. Jalinan tiap tokohnya lebih berkembang dan
pertemuan awal tokoh utama di Wallbanger ini unik dan lumayan bikin ngakak juga. (≧◡≦)
Seandainya saya berada dalam situasi seperti Caroline
saya akan merasakan hal yang sama. Terkesima. Bisa-bisanya saya berada dalam
situasi tersebut. Berasa sedang menonton video porno tapi versi radio. Cuman
hal yang kepikiran, kenapa Caroline tidak pindah saja tidur di sofa atau
dimana, Caroline hanya menggeser tempat tidurnya supaya tidak ada guncangan dan
pigura yang terjatuh di atas kepalanya. Yah, mungkin apartemen Caroline tidak
terlalu besar jadi space dia untuk
tidur ya di kamar tersebut.
Duo cover ini sama-sama mesum (?) (^་།^) |
Setelah insiden labrakan tersebut,
puji Tuhan, Caroline tidak pernah mendengarkan lagi aktivitas sang Wallbanger. Alur
yang dipilih penulis lumayan cepat dengan langsung mempertemukan mereka dalam
sebuah pesta perayaan rumah baru Jillian, bos Caroline. Pertemuan yang mengagetkan
kedua belah pihak. Dan menjadi bahan lelucon teman-teman Caroline dan Simon. Simon
dengan julukan Wallbanger, dan Caroline yang dipanggil Cewek Daster Pink.
Saya salut dengan penulis
sebenarnya, ide penulis dengan mempertemukan mereka berdua dalam suasana
canggung, khususnya Simon. Siapa sih yang ingin kehidupan pribadinya diketahui
secara publik. Suka atau tidak suka Caroline tahu aktivitas seks Simon yang sungguh tidak biasa. Setiap
hari berganti pasangan dengan tiga wanita benar-benar suatu fakta yang tidak
ingin Simon beberkan pada siapa pun. Apalagi seorang wanita. Kepalang tanggung
bagi Simon yang bertemu dengan wanita blak-blakan seperti Caroline menceritakan
awal muasal hubungan dengan tiga wanita tersebut. Simon merasa sulit menutupi
segalanya mengingat Caroline tahu dengan baik aktivitas berisik Simon. (*˘︶˘*)
“…. Simon mengacak-acak rambutnya bingung. “Aku harus memberitahumu, sejujurnya ini percakapan paling aneh yang pernah kulakukan dengan wanita.” (p.193)
Suka sekali dengan sifat Caroline yang selalu
tahu kapan waktunya mengejek harem-harem Simon.
Simon yang merasa canggung agak kesulitan membalas Caroline dan berakhir dengan
tebar pesona yang kebetulan Caroline tidak kebal. Mereka berdua sama-sama pria
dan wanita dewasa, sama-sama tertarik dan tidak menutup-nutupi rasa
ketertarikan mereka berdua. Jalan menuju akhir novel ini sungguh sangat bisa
ditebak sebenarnya. Seperti biasa saya selalu menyukai proses dimana para tokoh
saling tertarik dan menyatakan cinta mereka.
Hubungan mereka berdua semakin dekat
semenjak pertemuan mereka. Gencatan senjata yang dipilih Simon meredakan
ketegangan mereka berdua dan menyudahi segala sindiran Caroline. Namun,
ketegangan lain muncul diantara mereka berdua. Mereka memutuskan untuk
berteman. Walaupun mereka berdua tidak yakin harus menjadi teman seperti apa.
POV
yang dipakai dari sudut pandang Caroline. POV orang pertama yang selalu saya sukai. Dan dari novel ini saya
baru sadar mengapa menyukai POV orang
pertama karena saya yang membenci narasi begitu menikmati bacaan ketika menggunakan
POV ini. Berasa sedang mengobrol
dengan diri sendiri. Kadang saya tidak mengerti mengapa banyak yang tidak
menyukai POV ini, kebanyakan
mengatakan bahwa seperti membaca buku diari. Yah, selera orang-orang memang
berbeda. (´。• ᵕ •。`)
Karena bed scene muncul di akhir cerita tensi mereka berdua cukup panas. Apalagi
mereka berdua suka sekali melontarkan dirty
jokes ketika saling bertukar sms ataupun ketika mengobrol biasa. Selalu suka
ketika membaca sms mereka berdua. Hubungan lewat tulisan selalu membuat saya
terpesona. Saya merasa manis sekali percakapan mereka berdua. Dan walaupun
akhir buku ini tepat untuk mereka
berdua saya merasa ada yang kurang. Baru setelah mengecek di google ternyata
buku kedua seri Cocktail ini masih menceritakan tentang Simon dan Caroline. Antara
senang dan sedih mengetahui hal ini. Tentunya membuat saya penasaran dan ingin
segera membaca buku lanjutannya. Dilema juga ingin membaca versi ebook atau menunggu pas beli buku
terjemahannya di Gramedia. (。•́︿•̀。)
Akhir kata, untuk review yang
lumayan panjang ini saya sungguh sangat merekomendasikan buku ini sebagai
bacaan yang menghibur. Banyak sekali percakapan lucu antara Simon dan Caroline.
Walau tentunya harus diketahui bahwa label buku ini adalah Novel Dewasa. ˖✧◝(⁰▿⁰)◜✧˖
Salah satu percakapan lewat sms antara Simon dan Caroline.
S : Kau sudah sampai di rumah?C : Yup, baru saja turun di depan rumah.S : Oke, kutunggu sampai masuk.C : Aku berani bertaruh kau tak sabar lagi untuk ‘masuk ke dalam’S : Kau kejam, kautahu itu?C : Aku sudah pernah bilang. Oke, sudah masuk. Baru saja menendang pintumu, omong-omong...
Terjemahannya bagaimana? Saya agak trauma membaca terjemahan Elex >.< kecuali komiknya
BalasHapusTerjemahannya bagus mbak, cuman ya typo tetep aja ada, dan sebutan Caroline yang cewek daster pink itu sangat .... aneh.
BalasHapusHarusnya cari padaan kata lain selain daster :(
Punya link pdf yg bhs indo gak?
BalasHapustertarik nih. thank you dah kasih sinopsisnya ya
BalasHapus