Judul : Apartemen 666
Pengarang : Sybill
Affiat
Penerbit : Stiletto
Book
Halaman : 202 Halaman
Tahun Terbit :
Cetakan I, Januari 2013
Kategori : Fiksi,
Misteri, Horor-Indonesia
Harga : Rp. 36.000,-
ISBN :
978-602-7572-10-2
Sumber Gambar : disini
Bisa dibeli di bukupediacom
Terima kasih kepada
Mas Dion yang sudah menawarkan buku ini dan saya terpilih dalam undiannya.
Terima kasih juga kepada Penulis yang mau memberikan buku ini secara gratis
untuk diresensi anggota BBI dan saya yang beruntung mendapatkannya :D
Well,
saya ini bukan penikmat novel horor sebenarnya, bukan masalah karena takut atau
apa justru terkadang karena tidak dapat feel takutnya jadi saya malas
membaca buku/menonton film horor. Khususnya bikinan produk lokal yang terkadang
sama sekali tidak ada cerita seram malah lebih keadegan 21+. Yah sedikit OOT
dari buku.
Cerita buku ini
dibuka dengan seorang pegawai kantoran yang sudah mengambil cuti selama 2 bulan
karena kondisi Ibunda-nya. Adalah Samara yang kembali bekerja setelah cuti
dengan tidak mengambil bayaran. Namun apa yang didapatkan Samara hanya
kenyataan pahit bahwa tanpa sebab yang jelas, hanya keberadaan seorang pegawai
pengganti—Shanti—dia harus terdepak dari perusahaan yang sudah menerimanya
sebagai pegawai selama 2 tahun. Samara yang merasa kalut merasa perusahaan tidak
adil dengan memecatnya. Dan dia pun membenci Bosnya—Ridwan—yang seenaknya
memecatnya. Sungguh bertambah sial nasibnya ketika dia berniat mengajukan
protes atas tindakan semena-mena yang dilakukan Bosnya. Dia mendapatkan
kenyataan bahwa Ridwan sedang dinas keluar pulau. Dengan hati gundah gulana
Samara meninggalkan kantor yang sudah tidak menerimanya kembali dan tanpa dia
sadari ada sesosok bayangan nenek tua yang mengejar-ngejarnya.
Namun apa yang
kudapat ketika cerita memasuki setengah halaman buku adalah kebingungan tentang
plot cerita. Seakan-akan buku ini tidak ada konflik apapun. Hanya hari-hari
yang dijalani oleh Samara. Dipecat dari pekerjaannya, galau ketika belum dapat
pekerjaan, kegirangan ketika mendapat pekerjaan baru dengan segala kemewahan
yang diberikan dan masa lalu dia dengan bos barunya.
Lalu dimana sih letak
horornya buku ini seperti yang digambarkan oleh covernya? Bagiku sama sekali
tidak ada unsur horor dalam buku ini. Adegan kemunculan hantu nenek tua yang
seharusnya seram sama sekali tidak ada gregetnya. Padahal seharusnya kemunculan
hantu nenek tua ini kan bagian yang penting yang akan mengubah hidup Samara.
Kenapa terasa biasa-biasa saja ya? Sekali lagi aku tegaskan mungkin aku memang
bukan penakut tapi aku suka tegang kalau baca yang seram-seram kadang jantungku
juga berisik banget seperti waktu baca novel Dracula. Nah novel ini ya aku
datar-datar aja bacanya. Apalagi tempat yang dipilih kemunculannya itu loh yang
sudah umum. Kenapa aku bilang umum? Yah semua orang juga walau ada/tidak ada kemuculan
hantu, lift dibasement kan emang serem. Namanya juga bawah tanah hawanya juga
pasti dingin dan terasa gelap. Jadi ya aku sendiri sudah menebak bahwa pasti
ada apa-apa yang akan terjadi.
Untuk sudut pandang
yang dipakai adalah sudut pandang orang ketiga. Tetapi entah kenapa aku merasa
sudut pandang yang dipakai Penulis adalah sudut pandang Samara. Hampir semua
cerita dibuku ini adalah tentang Samara. Dari dia bekerja, pulang kerja,
bertemu dengan Bosnya, pesta akhir pekan dan lain-lain lah. Nah kenapa coba ga
sekalian dibikin sudut pandang orang pertama aja pasti cerita lebih mengalir
dan enak dibaca. Hal yang paling ganjil lagi adalah ketika Samara sudah
menganggur kenapa lowongan pekerjaan yang ditawarkan Pak Ridwan ketika 7 bulan
yang lalu Samara dipecat masih berlaku? Bukankah Leana—Bos baru Samara—juga
bilang bahwa dia sedang membutuhkan asisten pribadi secepatnya? Wow! Selama 7
bulan sama sekali ga ada yang ikut melamar! Sombong bener ya para pengangguran
menyia-nyiakan lamaran pekerjaan ini x). Memang pada akhirnya ada penjelasan
dibalik semua itu tapi dengan merujuk pada sudut pandang orang ketiga kenapa
tidak ada sedikitpun penegasan tentang keanehan 7 bulan ini? Lain cerita kan
kalau sudut pandangnya Samara.
Semua karakter yang
ada dibuku ini juga kurang kuat. Penulis hanya bermain dengan karakter Samara
saja seakan-akan karakter yang lain hanya sebagai tempelan. Harusnya karakter
lain lebih dieksplor lagi dan lebih banyak konfortasi dalam adegan tiap adegan.
Seperti dengan tokoh Leana yang super penting juga jarang sekali ada konfortasi
langsung. Bisma sebagai suami juga berasa jadi pajangan nganggur.
Untuk masalah
percetakan hanya ada beberapa typo yang tidak terlalu mengganggu. Dan untuk
covernya aku suka dengan font judul yang menarik perhatian itu. Hanya saja saya
jadi bertanya-tanya wanita serem yang rambutnya panjang noh sapa ya? Prasaan di
dalam buku ga ada deh tokoh itu. Terus apa covernya ga kebanyakan informasi ya?
Gambar ruangan serem, gambar wajah serem hantu cewek, tangga dan siletto merah.
Mungkin penerbit sendiri berniat membuat cover yang tidak akan terabaikan hanya
saja kenapa covernya kurang terang? Saya sendiri kurang bisa melihat isi
covernya kalau hanya dilihat sekilas.
Untuk bagian
ending-nya saya suka sekali dengan keputusan Penulis akan nasib Samar. Habis
dengan segala kenyataan dan kekejaman dunia nasib Samara ya sudah seharusnya
seperti itu. Makanya dengan ending seperti itu aku lumayan terhibur.
Walau buku ini kurang
menghibur bagiku tetapi tidak ada salahnya untuk mencicipi horor Penulis lokal
apalagi dengan mengambil tema yang Indonesia banget dirasa cocok untuk dibaca
sebagai hiburan.
Untuk Surtikanti aku
kasih nilai 2 :)
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan segan buat ngasih komen ya :)