Judul : Critical Eleven
Pengarang : Ika Natassa
Penerbit : GPU
Tebal : 344 Halaman
Tahun Terbit : Cetakan pertama, Juli 2015
Kategori : Romance, Metropop
Status buku : Pinjem @iJakarta
ISBN
: 978-602-03-1892-9
Harga : Rp. 79.000,-
Ratingku
: 2/5
Bisa dibeli di bukupediacom
Sejujurnya saya sangat menunggu
untuk membaca buku Critical Eleven ini. Semenjak membaca salah satu cerpen Ika
Natassa di buku Autumn Once More (Review bisa dibaca di sini) saya langsung
benar-benar jatuh cinta dengan tulisan penulis. Seperti ada magnet tersendiri
pada cara Ika Natassa bercerita. Tentunya buku ini menjadi wishlist saya dari dulu.
Tanya Laetitia Baskoro bertemu
dengan Aldebaran Risjad ketika sedang melakukan perjalanan ke Sydney dengan
menggunakan pesawat terbang. Tanya dengan rencananya untuk menonton konser dan
Ale dengan perjalanan dinasnya. Lima tahun sudah pertemuan awal mereka dan lima
tahun pula kebersamaan mereka berdua. Mereka berdua kini sudah menjadi suami
istri. Saling menyayangi dan mengikat janji suci. Namun, enam bulan yang lalu
Anya mulai bertanya-tanya dengan perasaannya sendiri. Benarkah bahwa
perasaannya tidak salah ketika hanya jatuh cinta setelah 7 hari pertemuan mereka?
Apakah Ale benar-benar pria yang akan selalu mencintainya? Semuanya mulai
dipertanyakan Anya, akan dibawa kemana
hubungan kita, Le?
Sejujurnya lagi saya rada kecewa
dengan buku ini. Saya sangat suka ketika membaca cerita Ale dan Anya ketika
masih berbentuk cerpen dan selalu bertanya-tanya akan bagaimana cerita mereka
berdua ketika bertemu lagi ketika sudah mendarat. Dari cerpen itu saya mulai
berandai-andai sepertinya asik juga bisa seperti Ale dan Anya saling bertemu
ketika dalam suatu perjalanan dan mulai mengobrol ngalor-ngidul seperti teman akrab. Apa lagi buntutnya jadi pasangan hidup. Cool!
Ale dan Anya ini memang bikin saya super iri.
Kenyataan pahit harus saya telan
ketika tema novel ini mengambil tema domestic
romance. Saya super benci dengan tema ini. Sampai saat ini saya belum bisa
berdamai dengan tema romance yang
satu ini. Beberapa kali mencoba membaca novel dengan tema ini kebanyakan
gagalnya, makanya saya agak malas ketika tahu tentang kenyataan ini. Saya juga
aselinya lupa atau nggak tahu sebenarnya mengapa saya bisa membenci tema domestic romance. Makanya walau mulai
malas membacanya saya sabar-sabarin karena kali saja saya mendapat kesenangan
ketika membaca novel ini.
Sayangnya lagi-lagi saya tidak
bisa jatuh cinta. Saya benci dengan cerita Ale dan Anya yang muter-muter dengan
satu konflik ‘itu’. Rasanya saya kepengin menggebrak meja karena kesal dengan
mereka berdua. Penyelesaian yang dipakai penulis pun formulanya sudah dipakai
oleh ribuan-berlebihan deh saya-
penulis dan diakhiri dengan formula jutaan umat. Ugh, makin kesallah saya
ketika menamatkan buku ini dan cuman mendapatkan akhir yang seperti itu. Rasanya
nggak worth it banget ketika Anya
sudah melakukan segala penolakan keras pada Ale dan tidak mendapat akhir yang
setidaknya membuat saya berkata ‘wow’ atau puas dengan akhir yang dipilih penulis.
Ada bagian yang sangat bias bagi
saya dan saya benar-benar kurang sreg. Saya muslim dan saya tahu bahwa novel
ini hanya karangan fiksi belaka tapi entahlah. Saya tahu bahwa novel ini bukan
novel Islami setidaknya yang saya inginkan adalah novel ini tidak usah
menyinggung-nyinggung soal agama. Saya inginnya semua novel itu netral dan
lebih memilih untuk tidak dijelaskan secara mendetail tentang agama para
tokohnya. Jelas-jelas Ale adalah laki—laki yang menurut Anya bukan Islam KTP
dan Anya pribadi pun menyukai Ale karena dia pria baik dan taat pada agamanya.
Ketika dihadapkan pada kenyataan Anya suka mabuk-mabukan? No, saya tidak bisa menerima itu. Saya tahu ini hanya fiksi, hanya
saja saya sangat kecewa. Walau agama di sini hanya dibuat sebagai tempelan atau
apa pun semua orang Islam itu tahu bahwa mabuk-mabukan itu haram. Dan kenyataan Ale mempunyai anjiing di rumahnya makin
membuat saya super kecewa. Kenapa pula penulis menuliskan hal seperti itu? Mungkin
saya naif, tapi mau bagaimana lagi hal itu sangat mengganggu dan membuat saya
kesulitan untuk benar-benar menyukai buku ini. Saya tidak mau menjudge siapa pun, toh mana tahu bagaimana
saya menjalani ibadah agama saya. Saya sudah kepalang syok pada kenyataan kehidupan Ale dan Anya.
Terlepas dari semua itu saya memang masih menyukai gaya bercerita Ika
Natassa yang lincah dan asyik untuk diikuti. Serius. Buku bagus itu sepele
sebenarnya, asalkan saya menikmati cara bercerita penulis isi cerita tentang
penulis tidak usah dipedulikan karena memang pasti akan membuat saya segera
menamatkan buku tersebut dengan cepat. Dan sebagai bonus di buku ini juga
dicertikan tentang Harris dan Keara. Kebetulan Harris adalah adik dari Ale dan
suka sekali ketika penulis menyinggung tentang Harris. Saya yang memang sudah
membaca buku Antalogi Rasa (di mana Harris dan Keara menjadi tokoh utamanya) merasa
terpuaskan dengan rasa penasaran saya ketika mendapati cerita tambahan mengenai
Harris dan Keara.
Bagi penggemar Ika Natassa buku
ini memang wajib untuk dibaca. Walaupun saya sendiri belum terpuaskan ketika
membaca buku ini tetap saja saya tidak akan menolak ketika disuguhkan kembali dengan
tulisan-tulisan Ika Natassa selanjutnya.
Selamat
dibuat penasaran dengan apa sih yang
menyebabkan pernikahan Ale dan Anya menjadi dingin.
saya beli dan sudah baca novel ini karena terpengaruh review orang-orang yang bilang bahwa buku ini bagus. tapi menurut saya buku ini overrate ya.Review ini persis pendapat saya tentang novelnya. hahaha...koq bisa?
BalasHapusItu berarti selera kita sama, mas? hehehe
Hapus