Pengarang : Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Nisa Riyadi, dan Rizki Pandu Permana
Tahun Terbit : Cetakan II, Mei 2009
Penerbit : Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka)
Jumlah Halaman : 478 hal
Kategori : Romance, Remaja, Backpaper
Harga : Rp. 49.000,-
ISBN : 978-979-1227-58-2
Lintang, Wicak, Daus, Geri dan Banjar adalah lima sekawan yang dipertemukan secara tidak sengaja ketika kereta ditunda keberangkatannya dikarenakan cuaca buruk, badai yang melanda Amersfort, salah satu kota di Belanda. Walaupun mereka baru mengenal satu smaa lain dikarenakan sama-sama berasal dari Indonesia mereka langsung bersahabat dan membentuk aliansi yang bernama Aagaban.
Hari-hari yang mereka lewati di negeri orang banyak dilalui dengan suka dan duka. Saling mengunjungi kota tempat masing-masing menempuh belajar di Belanda. Hingga permasalahan hati yang tidak bisa mereka elakkan. Semuanya terangkum dalam buku ini.
Menurutku buku ini sangat komplit memuat tentang Negara Belanda. Walaupun bertajuk novel tetapi banyak sekali detail-detail mengenai tempat-tempat terkenal di Belanda, bangunan-bangunan bersejarah, kota-kota bersejarah, perayaan atapun festival di kota setempat, dan tips-tips hemat tinggal di Belanda dan bagaimana kita bisa beradaptasi. Kesimpulanku sih ini novel backpaper karena kekomplitannya itu.
Dari dulu banget aku ga pernah suka buku-buku tentang backpaper, aku lebih suka melihat langsung acara jalan-jalan di TV yang lebih memperjelas keindahan tempat-tempat yang terkenal di suatu negara. Membaca novel ini pun sebenarnya atas rekomendasi teman yang sudah dari dulu banget nyuruh aku membaca buku yang diagungkannya ini. Tapi apa mau dikata buku ini memang bukan seleraku. Hampir yang ada ketika membaca aku merasa bosan dan butuh berhari-hari untuk menamatkannya.
Sebenarnya prolog yang diambil para penulis cukup bagus dan membuatku penasaran juga dan berfikir ‘Woow, ada apa nih sama tokoh yang bernama Lintang? Sampai membuat sahabat-sahabatnya heboh?’ Tetapi sayang sekali rasa penasaranku langsung runtuh memasuki lembar-lembar bab berikutnya. Aku terlalu bosan dengan detail-detail yang diberikan oleh para penulis. Memang sih banyak pengetahuan yang didapat seperti yang sudah aku sebutkan diawal tentang sejarah kota-kota yang ditempati para tokoh ketika menimba ilmu di Belanda dan dibab pertama para penulis memberi tips tentang merokok murah di Belanda. Ugh,,, entah kenapa hal ini membuat aku iilfeel, ok lah mungkin aku lebay tapi plis deh masa diawal cerita aja para penulis sudah secara ga langsung memberi jalan buat para perokok untuk melanjutkan hobi ‘mahal’ mereka. Memang juga sih para penulis memberi banyak sekali tips-tips yang sangat berguna sekali untuk beradaptasi di Negara Belanda, tapi aku sih mikirnya duh masa lagi enak-enak baca cerita tiba-tiba dimasukin aja tipsnya dan kadang ga nyambung dengan cerita. Lalu dibandingkan dengan novel,menurutku lebih pantas disebut kumpulan cerpen yang berisi suka duka Lintang, Banjar, Daus, Geri, dan Wicak selama belajar di Belanda. Apalagi hampir tiap bab ceritanya kurang nyambung satu sama lain. Baru deh kalau kita mau bersabar membaca sampai dipertengahan lebih buku ini kita akan melihat konflik apa yang para penulis coba tampilkan di buku ini. Dan soal footnote yang bikin aku malas bacanya, tau dong tulisan footnote ituh kecil-kecil nah kalau footnote ampe setengah halaman gimana ga bikin puyeng dan kadang footnote menjelaskan sesuatu yang sebenarnya ga perlu dijelaskan lagi dan akhirnya aku maalah bertanya-tanya duh ko bisa pake footnote segala sih.
Berbicara tentang konflik mungkin yang jadi konflik adalah lanjutan dari prolog yang lumyan bikin aku penasaran dan bertahan untuk membaca buku ini. Kita harus bersabar selama 380 halaman lebih untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan Lintang. Wohooooo aku semangat dong karena bener-bener keren nih para penulis memberikan kejutan yang sangat tentang Geri!!! Aku syok dong dan tiba-tiba merasa beruntung banget nerusin baca buku ini! Tapi oh tapi dengan jeniusnya para penulis hanya menyelesaikan konflik dari novel ini dengan beberapa halaman dan kembali lagi ke pola awal backpaper, jalan-jalan mengelilingi Eropa sebelum pulang ke Indonesia. Jujur aku kecewa pake banget! Aku uda semangat ’45 bacanya malah cuma disuguhi konflik yang dengan gampangnya selesai. Dan untuk ending lagi-lagi aku cuma bisa melongo dan berpendapat bahwa satu-satunya buku yang kubaca dengan ending ter-maksa! Duh yah menurutku its ok kan kalau Lintang ga harus berkahir bersama dengan salah satu Aagaban terus dimana chemistry mereka? Duh ilahhhh~~~ Dan lagi kenapa ada salah satu Aagaban yang ga jelas nasibnya? Hanya segitu sajakah nasibnya? Ga ada happy ending semisal nikah atau seenggaknya go public?????????
Bohong juga kalau aku tidak menikmati sedikitpun ketika membaca buku ini. Humor-humor yang dimunculkan para penulis membuatku tersenyum dan terhibur ko. Apalagi ditambah tulisan best seller di cover buku ini yang iseng aku liat ternyata baru cetakan ke-2 uda jadi best seller. Hanya saja memang bukan buku yang cocok dengan seleraku. Apakah setelah membaca buku ini tertarik untuk membaca buku-buku dengan tema serupa? Sepertinya aku nyerah saja deh #berasa ada yang mau nawarin buat baca lagi xD
Untuk Geri yang sempat bikin aku ‘deg-degan’ aku kasih nilai 2 :)
Tentang Penulis
1. Wahyuningrat
Pria asal Jakarta ini mengaku bahwa tinggal di Belanda gampang-gampang susah dan harus luwes dalam segala hal agar tetap bisa survive. Dan beliau dengan keaktifannya dalam bersosialisasi membuatnya berkesempatan bisa masuk istana, salaman, sekaligus ngobrol dengan Ratu Belanda. Blog Penulis: disini
2.  
; Adept Widiarsa
Menurut pengakuan penulis, selama tinggal beberapa minggu tinggal di Den Haag akhirnya mendapatkan empat sepeda rongsokan yang disulapnya menjadi sepeda yang setia menemani hari-harinya di Belanda. Sayangnya ketika memarkirkan sepedanya di Centraal Station Den Haag ada yang mencuri sepedanya yang malang nian nasib pencurinya ternyata tuh sepeda uda masanya untuk dimusiumkan.
3. Nisa Riyadi
Setiap akhir bulan yang selalu menjadi gundah gulana anak kos karena uang semakin menipis disiasati oleh Penulis untuk menghabiskan harinya yang bokek untuk nongkrong di bioskop. Hanya dengan Pathe Unlimited hanya bayar 17 euro/bulan bisa nontton sepuasnya ampe pingsan. Apalagi kalau ada promo nonton film gratis caffe latte, ga tanggung buat memanggil para pemburu gratisan lainnya.
4. Rizki Pandu Permana
Menurut penulis hidup di Belanda harus siap dengan yang namanya MAHAL! Untuk mensiasati sifat borosnya penulis rela melakukan beberapa pekerjaan tambahan menjadi cleaning service dan pelayan di restoran. Website Penulis: disini
(Sumber: Novel Negeri Van Orange)
Jd endingnya sm siapa?
BalasHapusJd endingnya sm siapa?
BalasHapusSpoiler dong! hehe
HapusMending baca bukunya/nonton movienya aja :)