Pengarang : Christopher Paolini
Penerjemah : Sendra B. Tanuwidjaya
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 568 Halaman
Tahun Terbit : Cetakan IX, Mei 2010
Kategori : Remaja, Fantasi, Romance
Harga : Rp. 65.000,-
ISBN : 978-979-22-0862-7
Setelah menjalani perburuan rusa di pengunungan spine selama berhari-hari untuk cadangan makanan di musim dingin nanti, tanpa sengaja Eragon menemukan sebuah batu. Eragon tidak pernah tahu bahwa semenjak membawa pulang Batu berwarna biru tua berbentuk oval dan panjangnya sekatar tiga puluh sentimeter akan berubah kehidupannya. Seorang petani biasa menjadi seorang Penunggang Naga. Batu yang ditemukan Eragon adalah telur naga. Dengan didampingi seorang pencerita tua Brom, Eragon menjani petualangan barunya. Demi membalaskan dendam pamannya Garrow yang dibunuh oleh Ra’zac. Tanpa Eragon tahu bahwa balas dendam hanyalah bagian kecil dari takdir besarnya.
Sudah lama sekali aku ingin membaca buku ini. Sejak aku menonton film Eragon the movie yang walaupun filmnya tidak begitu memuaskanku mau tidak mau setelah tahu based on novel, aku ingin membaca novelnya. Adalah Eragon tokoh utama novel ini. Remaja berusia yang masih sangat muda dan juga dengan kelabilannya setelah mengetahui ia bukan anak pamannya setelah melakukan perburuan di Pengunungan Spine, ia menemukan sebuah batu. Begitulah pikir Eragon mulanya. Tanpa dia tahu bahwa sebenarnya yang dia bawa adalah telur naga. Yang menarik dari buku ini selain bercerita tentang naga adalah naga yang dipunyai Eragon berjenis kelamin betina. Selama ini baik buku ataupun film yang sudah pernah ku tonton jarang sekali ketemu dengan naga betina. Kombinasi remaja dengan naga betina sangat menarik menurutku walaupun mereka berdua mempunyai tingkat kelabilan yang sangat tinggi. Eragon yang masih begitu muda harus menjalani takdirnya sebgai Penunggang. Tentu saja Eragon tidak sendirian. Adalah Brom yang menemani perjalanan Eragon untuk mengejat Ra’zac. Yah memang menurutku Eragon ini terlalu naif, hanya karena dia mempunyai seekor naga dengan semangat ’45 dia berniat mengejar Ra’zac untuk membala dendam kematian pamannya. Ya memnag siapa sih yang ga takut sama naga, tapi plis deh Eragon kan Cuma petani biasa ga ada tampang prajurit sama sekali. Mau melawan pakai apa? Apa mau pake biji-bijian buat ngebunuh Ra’zac? Tapi segalanya berubah memang dengan adanya Brom. Dia melatih teknik berpedang dan sihir kepada Eragon. Eragon adalah Penunggang Naga, maka dia diberi keistimewaan dengan bakat-bakat melimpah karena takdirnya itu.
Buku ini mengambil sudut pandang orang ketiga dan dengan alur maju yang menurutku agak lambat. Tapi dengan kejutan-kejutan yang diberikan ketika perjalanan Eragon membuat buku ini lebih menarik dengan filmnya. Eragon yang bertambah kuat sejalan dengan semakin jauhnya perjalanan yang ditempuhnya menjadikannya berbeda sekali dengan Eragon di movie yang terlihat sangat lemah! Bagian favoritku adalah ketika Eragon pertama kali menunggang naganya—Saphira. Penggemar novel fantasi pasti selalu terpesona pada naga—begitu juga aku. Nah aku pun selalu berkhayal seandainya aku punya naga pasti rasanya begitu menakjubkan karena aku bisa terbang melintasi langit luas. Tapi tidak setelah membaca pengalaman awal Eragon. Maksudku ternyata terbang dengan naga itu tidak semudah kelihatannya. Aku melupakan angin yang bakal aku tembus ketika aku terbang nanti. Angin yang menerjang langsung di mukaku. Dan sisik-sisik naga yang begitu keras membuat tubuhku terluka. Yah namanya juga mengkhayal jadi mana mungkin aku berkhayal yang ga enaknya. Hehe. Tapi memang bener sih susah banget melawan angin, contoh yang sepele banget ketika kita naik motor yang dengan kecepatan 60/80 kalau kita tidak memakai helm pasti mata kita akan berair. Dan terasa tidak enak sekali. Membaca novel Eragon mempunyai sensasi tersendiri buatku. Terasa begitu menyenangkan. Setelah begitu banyak novel-novel modern dengan kecanggihan teknologi yang kubaca selama ini novel Eragon dengan keterbatasan teknologi masa lalu menjadikanku releks. Ga ada lagi berbau teknologi. Eragon dengan keterbatasan hidupnya dan gambaran-gambaran gunung dan pedesaan. Entah lah membuatku merasa tenang. Yah walau harus kuakui karena aku hidup di dunia serba instan aku tidak pernah menginginkan hidup seperti Eragon. Tapi manusia pandai beradaptasi kan? Hehe
Buku seri pertama adalah pengenalan-pengenalan untuk melangkah lebih jauh ke buku berikutnya. Dan aku cukup menikmatinya dan sudah bisa ditebak aku penasaran dengan buku keduanya. Takdir Eragon yang semakin terlihat titik temunya walau masih sangat samar. Ada bagian ayang membuatku kecewa sih karena Saphira masi terlalu muda akhirnya belum bisa mengeluarkan api dari awal cerita. Aku kan ingin seklai meilhat keganasan Saphira! :D
Untuk warna biru kulit Saphira aku kasih nilai 4 :)
Quotes yang aku sukai :)
Jeod Hal 223
‘Banyak yang bisa kau pelajari dari buku-buku dan gulungan-gulungan perkamen. Buku-buku ini teman-temanku, pendampingku. Mereka membuatku tertawa, menangis, dan menemukan arti hidup ini.’
Tentang Penulis
Christopher Paolini adalah penulis buku Eragon ketika dia baru lulus SMA. Ketika dia berusia 15 tahun. Buku ini awalnya direncanakan 3 buku. Tetapi menjadi 4 buku. Website resmi seri warisan bisa dikunjungi disini :)
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan segan buat ngasih komen ya :)