Senin, 29 Februari 2016

[Review] 7 Hari Menembus Waktu



Judul : 7 Hari Menembus Waktu Time Traveler
Pengarang : Charon
Tahun Terbit : Cetakan 7, Mei 2015
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 176 hal
Kategori : Teenlit, Romance, Time Traveler
Harga : Rp. 40.000,-
ISBN : 978-602-03-1215-6
Rating : 2/5

            Marissa dengan berat hati menyetujui permintaan ayahnya untuk menghadiri pesta di Gedung Albatross. Marissa tidak mau bertemu dengan Michael, mantan pacarnya selama 3 tahun terakhir. Marissa kesal karena Michael lebih memilih musuh bebuyutannya, Selina, setelah memutuskan dirinya. Marissa masih belum bisa menerima kenyataan itu dan hatinya sakit ketika melihat mereka berdua bermesraan.
            Marissa merasa muak dan menumpahkan semua kekesalannya di depan sebuah lukisan yang tidak sengaja dia lihat di Gedung Albatross. Lukisan itu berjudul “Menembus Waktu”. Marissa yang setengah percaya akan kekuatan lukisan tersebut mengajukan permohonannya untuk segera menghilang dari pesta yang tidak mau dihadirinya itu. Tiba-tiba permintaannya terkabul. Marissa terbangun dalam suasana gedung yang gelap. Hanya ada dirinya sendiri.
            Marissa yang berusaha pulang, menyelamatkan anak kecil yang akan ditabrak oleh mobil berkecepatan tinggi. Wiliam, anak kecil yang ditolong Marissa menjadi kunci selama Marissa menembus waktu ke masa 20 tahun sebelum Marissa dilahirkan.


*********

            Novel ataupun film yang mengambil tema time traveler selalu menarik minatku. Saya selalu penasaran ketika tahu ada buku yang bercerita tentang tokoh utamanya bisa menembus waktu. Berasa saya sendiri yang menembus waktu. Makanya saya memutuskan untuk membaca novel ini.
Saya suka ide penulis. Marissa yang patah hati tiba-tiba terlempar ke masa ketika kedua orangtuanya masih kuliah. Ke masa 20 tahun sebelum dirinya lahir. Boleh lah idenya. Marissa yang kebingungan sungguh beruntung bisa bertemu dengan Wiliam. Bisa menumpang tinggal di rumah Wiliam dan mengenal lebih dekat kehidupan di tahun 1988. Masa di mana teknologi belum merajai Indonesia.
Dari novel ini pun jelas terlihat bahwa penulis mencoba untuk memberi tahu bagaimana perbedaan kehidupan zaman dulu dan sekarang. Walau tidak secara langsung novel ini membuat saya sedikit merenung ketika Marissa sibuk menonton acara TV hanya dari satu saluran televisi, anak-anak kecil yang masih sibuk bermain di luar bersama teman-teman sebayanya dan perbedaan nilai rupiah yang begitu mencolok. Saya sangat menikmati ketika Marissa berada di masa lalu. Benar-benar ikut terhanyut dan membayangkan mungkin akan seperti itu kalau saya seperti Marissa bisa menembus waktu.
Saya sangat menyukai Wiliam. Anak kecil cerdas yang berumur 8 tahun ini sungguh sangat menarik. Setelah kematian kedua orangtuanya Wiliam merasa terpuruk dan kesepian. Wiliam merasa hidupnya tidak berarti apalagi dirinya selalu dihantui rasa bersalah semenjak kematian kedua orangtuanya. Wiliam serasa hidup sendiri dan memutuskan untuk bunuh diri. Beruntung Wiliam bertemu dengan Marissa. Wiliam yang awalnya jutek kepada Marissa lambat laun mau membuka diri dan mau berdamai dengan hatinya. Hubungan dengan Sarah, adik perempuan ayah Wiliam, pun semakin membaik. Semuanya ya thanks to Marissa.
Sayangnya sampai menamatkan buku ini saya gagal paham alasan Marissa terlempar ke masa lalu. Saya tidak menemukan alasan kuat kenapa dengan ajaibnya Marissa datang ke masa lalu hanya untuk mengubah kehidupan Wiliam. Ya ampun, siapa sih Wiliam? Seseorang yang sama sekali tidak dikenal Marissa. Tiba-tiba Marissa dikirim Tuhan untuk menyelamatkan Wiliam. Please, plotnya terlalu lemah. Alur cerita yang dipilih penulis pun sebenarnya mengambil alur cepat yang langsung menceritakan langsung ke inti cerita. Tapi kenapa saya merasa Marissa terlalu lama berada di masa lalu. Dan tiba-tiba ketika Marissa sudah kembali ke masanya cerita ditamatkan oleh penulis.
Saya sangat menyukai ending manis yang diberikan penulis. Hanya saja mengapa hanya sampai di situ? Berasa super kentang, dong! Apa berarti ini tanda saya meminta buku ini dibuat sekuelnya? Yah, semoga saja sih karena tiba-tiba sudah tamat itu berasa sudah cape-cape baca dari awal tapi nggak dapat kepuasan sedikitpun.
Overall, untuk hiburan semata novel ini sangat enak untuk dibaca. Hanya saja tidak boleh berharap terlalu banyak dengan isi novelnya. Biarlah semuanya berjalan mengalir. Karena mau bagaimana lagi, novelnya terlalu tipis!


Tambahan :
          Novel ini sudah diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama. Saya belum pernah menontonnya, hanya pernah melihat trailer filmnya. Sekilas lihat sepertinya banyak sekali yang diubah oleh sang sutradara. Wiliam yang seharusnya anak kecil malah dijadikan anak SMA yang seumuran Marissa. Dan bukannya tahun 1988, sutradara lebih menyukai Marissa terlempar di tahun 1994. Walau sepertinya lebih dramatisir filmnya, saya menyukai ide sutradara untuk mengubah sebagian dari cerita aslinya. Harus diakui novel ini memang membutuhkan sedikit unsur dramatis.

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan segan buat ngasih komen ya :)