Selasa, 09 Juli 2013

'Mahogany Hills'



Judul : Mahogany Hills
Pengarang : Tia Widiana
Penerbit : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 344 Halaman
Tahun Terbit : Cetakan I, Mei 2013
Kategori : Fiksi, Romance, Amore
Harga : Rp. 58.000,-
ISBN : 978-979-22-9584-9

 

 

 

 

 

 

Mahogany Hills, sebuah rumah yang berada di bukit terbuat dari kayu dengan suasana pegunungan. Jujur saya berasa sedang di luar negeri ketika membaca novel ini, padahal jelas-jelasa setting yang diambil dari novel ini adalah di Sukabumi. Saya suka sekali ide penulis yang benar-benar membumi sekali jarang-jarang penulis lokal mengambil setting lokal karena yah kehebohan negeri Ginseng masih melanda di Indonesia ini.

Beberapa waktu lalu saya sempat berkeinginan untuk membaca novel bercerita tentang pasangan yang sudah menikah. Biasanya saya lebih suka cerita dua orang yang memadu kasih hingga ke jenjang pernikahan dibanding memadu kasih sesudah pernikahan. Karena yah alasan sepele juga sih tak satupun cerita yang akhirnya bisa saya sukai ketika selesai membacanya :’(

Hingga akhirnya saya berkesempatan membaca novel ini, berbekal juara 1 Lomba Penulisan Novel Amore dan Mas Ijul sebagai salah satu jurinya mau tak mau membuatku penasaran.

Novel ini juga menjadi novel Amore pertama yang saya baca. Adalah Paras dan Jagad setelah melangsungkan resepsi pernikahan mereka memutuskan untuk menjalani kehidupan rumah tangganya di Sukabumi, tepatnya mendiami Mahogany Hills—rumah yang diwariskan nenek Jagad kepadanya. Jagad yang kebetulan sedang menjalani proyek resornya menjadikan pilihan tepat untuk menempati Mahogany Hills bersama istirnya. Paras tidak pernah tahu bahwa Jagad menyimpan perasaan lain tentang pernikahannya dengannya. Yang Paras tahu adalah Jagad menerima Paras sebagai istrinya walau pernikahan mereka hasil perjodohan orang tua mereka.

Dari awal saya sudah menaruh ekspektasi besar kepada novel ini, karena juara 1 gitu, pasti bakal bagus ceritanya. Memang tema yang diangkat juga sudah pasaran, tapi seklise apapun temanya kalau penulis pandai merangkai tiap kata pasti hasilnya akan luar biasa. Hanya saja tidak untuk novel ini. Saya sudah berusaha untuk menyukai novel ini tetapi saya merasa kesulitan menyukai novel ini karena hampir seluruh isi buku ini adalah narasi minim sekali percakapan antar tiap tokoh. Setiap bab yang ada hanyalah pergulatan batin kalau bukan Paras ya Jagad. Memang sudah bukan rahasia umum lagi terkadang pasangan yang dijodohkan mereka kurang bisa menerima diawal-awal tapi lantaran selalu bersama jadinya tumbuh-tumbuh benih cinta. Hal itu juga sih yang terjadi pada Paras dan Jagad. Hanya saja saya terlalu lelah membaca kegalauan dua orang ini. Saya lebih suka konfrontasi langsung daripada mereka bergulat dalam perasaan masing-masing. Memang saya paham alasan Jagad tidak mau menerima Paras karena dia merasa terpaksa menerima perjodohannya dengan Paras. Di Mahogany Hills yang mereka lakukan hanya diam-diaman sepanjang hari ngomong seperlunya dan bertemu muka seperlunya. Saya merasa bosan dengan hari-hari mereka berdua dan lelah membaca narasi yang ada. Sampai halaman 200 lebih saya belum bisa menyukai cerita Jagad dan Paras karena lagi-lagi isinya narasi, narasi dan narasi. Saya butuh interaksi verbal mereka berdua saya bosan baca narasi mulu. Ok, too bad memang karena saya bukan pencinta cerita yang banyak narasinya.

Mungkin hal ini terjadi juga karena gaya bahasanya. Gaya bahasa yang dipakai penulis juga sebenernya tidak susah-susah untuk dipahami malah terkesan sederhana walau ada beberapa kalimat yang kaku menurutku yang akhirnya tidak bisa kunikmati. Yang membuat saya bertahan adalah rasa penasaran saya  tentang alasan Paras yang begitu menyukai atau kagum kepada Jagad sehingga dia mau saja menerima dan lapang dada dengan segala sifat menolak Jagad sejak menginjakkan kaki di Mahogany Hills. Saya salut pastinya kepada Paras dengan segala kesabarannya dan saya mengakui kemungkinan saya tidak akan bisa mempunyai sifat yang tangguh untuk menghadapi Jagad yang menyebalkan. Dan saya bener-bener puas dengan cerita masa lalu Paras dan Jagad walaupun klise dan sudah sering aku lihat di manga-manga yang kubaca. Tapi tetap saja manis sekali.

Berbicara tentang Jagad, penulis sukses sekali dengan membuat saya membenci tokoh Jagad ini. Entahlah sifat arogannya membuatku sangat membencinya walau beberapa kali saya menganggap bahwa Jagad mempunyai sifat manis ketika sebenernya ada rasa-pada-Paras-hanya-saja-kelewat-gengsi. Namun lagi-lagi Jagad meruntuhkannya dengan membuat perilaku-perilaku pengecutnya kepada Paras.

Saya sudah bisa menebak bahwa pasti cerita akan berlanjut dengan kemunculan-kemunculan sang mantan. Baik mantannya Paras maupun Jagad terkesan seperti angin lalu bagiku. Penulis terlalu tanggung memberikan porsi cerita tentang mereka dan seperti angin lalu saja tiba-tiba mereka menghilang tanpa cerita yang jelas. Dan mendekati akhir saya kok ya makin sebal  kenapa harus dibuat seperti itu nasibnya Paras? Memang sih hubungan Paras dan Jagad berangsur baik hanya saja karena detik-detik menjelang akhirnya jadi terasa buru-buru.

Alurnya bisa dibilang lambat dengan sudut pandang orang kedua memungkinkan pembaca tahu pergulatan batin masing-masing tokoh. Hanya saja masalah percetakan yang bikin kecewa juga adalah terlalu banyak typo. Saya sempat bertanya-tanya bukannya Mas Ijul yang menjadi salah satu jurinya? Kok ya masih ada aja typo-nya, banyak sekali malah. Akhirnya saya penasaran dan membaca resensi Mas Ijul disini dan menyadari bahwa sepertinya sebelum naik cetak Mas Ijul belum tahu menahu mengenai naskah Juara 1 Amore ini dan mungkin Mas Ijul kebagian naskah yang lain. Yah secara Mas Ijul adalah salah satu anggota BBI yang biasa dikenal dengan sebutan Polisi Typo—selalu awas dengan segala typo dinovel yang dibaca. Kali ini typo sangat mengganggu kenyamanan saya karena dari awal beranggapan bakal tidak ada typo.

Untuk cover bukunya saya suka sekali yang memandang juga bakalan ikutan merasa nyaman dengan suasana syahdu. Cuman huruf judulnya terlalu kecil jadi terasa aneh nongkrong di atas pohon. Dan untuk tata letak memang sih niatnya biar manis di pojokan dikasih gambar bunga, saya melihatnya bukannya merasa manis malah aneh.

Overall, saya cuma bisa berkata bahwa kalau kamu suka novel yang bercerita tentang pasangan yang menjalin hubungannya setelah pernikahan novel ini cocok sekali kamu baca sebagai bacaan ringan tanpa konflik yang terlalalu dalam.

 

Untuk Paras sang wonder women aku kasih nilai 2,5 :)

4 komentar:

  1. gaya berceritanya mebosankan ya, padahal covernya sih kelihatannya bagus :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, ky'a saya ga cocok ama gaya bahasa'a deh :'(
      Cover'a skrng mah GPU uda mulai manis2

      Hapus
  2. ini review kedua yg kubaca soal Mahogany Hills, hmmm tentang kisah pasangan yg baru nikah justru aku suka, banyak narasi yah *makin pensaran* soal mau ngetest, aku sukanya yg byk narasi atau dialog.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Narasi itu bkn aku ga fokus mba, jd ngantuk :'(
      Tp klo cerita'a mnrtku tegang ga bkn ngantuk sih :D

      Hapus

Jangan segan buat ngasih komen ya :)